‘Tumbal’ Devisa negara

‘Tumbal’ Devisa negara

Dalam minggu-minggu ini, kalau kita mengikuti perkembangan berita di tanah air sedang hangat membicarakan hukuman pancung bagi Ruyati, TKI asal bekasi yang bekerja di Arab Saudi. Sebenarnya kalau mengacu kasus-kasus sebelumnya telah banyak TKI maupun TKW yang pulang ke tanah air dalam keadaan jasad membujur kaku alias meninggal dunia. Selain itu, juga tidak terhitung berapa jumlah mereka-mereka yang kembali ke Indonesia dalam keadaan cacat fisik dan mental akibat perlakukan kasar para majikan mereka. Untuk data lengkapnya silahkan dilihat di Migrant Care.

Setahu ane data TKI maupun TKW yang bekerja di Luar negeri lebih dari 2 juta terutama ada di Malaysia. Selain itu tersebar di Hongkong, Taiwan, Singapura dan Arab Saudi. Dengan banyaknya TKI/TKW yang bekerja di luar negeri secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap devisa negara. Berangkat dari inilah para TKi/TKW sering diberi julukan sebagai pahlawan devisa.

Sudah banyak tangis dan ratapan air mata mengiringi para TKI yang meninggal dunia atau kena hukuman mati. Mereka-mereka yang terjerat hukum karena biasanya tidak ada dampingan hukum ketika terlibat tindak pidana kriminal. Padahal sebagian besar TKW itu membela diri dari ‘perlakuan kasar’  dan perbuatan bejat para majikan mereka.

Mungkin terlalu ekstrim kalau kita menyebut mereka sebagai tumbal tetapi itulah fakta dilapangan berbicara. Sebuah pengorbanan yang harus dipersembahkan demi selembar dua lembar mata uang asing. Kita tidak ingin melimpahkan dan melemparkan tanggung jawab ini pada pemerintah saja walaupun TKI/TKW itu juga warga negara Indonesia yang membutuhkan perlindungan dan pengayoman. Tetapi semua pihak terlibat dalam munculnya ‘tumbal’ ini terutama PJTKI yang menyalurkan mereka. Sejauh mana mereka mereka mengontrol tempat tujuan dan kerja para TKI.

Sudah semestinya pemerintah menertibkan PJTKI-PJTKI terutama yang bandel dan nakal sehingga tidak menambah deretan korban  jiwa lagi. Upaya-upaya modus trafiking yang selama ini mungkin masih marak harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Hubungan diplomasi harus dipupuk dengan negara tujuan TKI/TKW sehingga ketika ada masalah bisa didekati dengan jalur ‘kekerabatan’. Tidak harus hukuman atau nyawa sebagai jaminan atas ketidaktahuan dan ketidakbersalahan mereka. Biarlah Ruyati ini menjadi ‘tumbal’ terakhir….

Comments

comments

Tentang setia1heri 5685 Articles
Seorang Bapak dengan 3 anak. Suka jalan-jalan dan corat-coret tulisan perjalanan. Hobi berkendara menunggang roda dua. Tak paham kuliner namun tidak ada makanan yang dicela alias doyan semua...hehehe. Maturnuwun. follow twitter : @ setia1heri

Be the first to comment

Monggo dikomeng gans..